What are you Looking for?
Nama lengkapnya Bob Sadino. Lahir di Lampung, tanggal 9 Maret 1933, wafat pada tanggal 19 Januari 2015. Ia akrab dipanggil dengan sebutan ‘Om Bob’. Dia pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Dia pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick . Dalam banyak kans, dia selalu memakai kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya.
Bob Sadino lahir dari keluarga yang hidup berkecukupan. Dia yaitu si kecil bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang berusia 19 tahun mewarisi semua harta kekayaan, sebab saudara kandungnya yang lain telah hidup mapan.
Bob kemudian menghabiskan waktu untuk Dunia. Dalam perjalanannya itu, dia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, dia berprofesi di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Dikala tinggal di Belanda, Bob berjumpa dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Dia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya dia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Sesudah sebagian lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob mempertimbangkan untuk keluar dari pekerjaannya sebab dia mempunyai ambisi untuk berprofesi secara mandiri.
Profesi pertama yang dilakoninya sesudah keluar dari perusahaan menyewakan kendaraan beroda empat Mercedes yang dia miliki, dia sendiri yang menjadi sopirnya. Tetapi sayang, suatu ketika dia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah.
Sebab tidak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih profesi menjadi tukang batu. Gajinya saat itu cuma Rp.100. Dia bahkan mengalami penurunan imbas tekanan hidup yang dialaminya.
Suatu hari, ikutlah Bob dengan temannya beternak ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob berminat. Ketika beternak ayam mulai timbul pandangan baru berwirausaha. Bob mengamati kehidupan ayam-ayam ternaknya. Dia mendapatkan ilham, ayam saja dapat berjuang untuk hidup, tentu manusia bahkan juga dapat.
Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, tiap hari memasarkan beberapa kilogram telur. Dalam tempo satu setengah tahun, dia mempunyai banyak langganan, lebih banyak orang asing, sebab mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya yang tinggal di wilayah Kemang, Jakarta, di mana ada lebih banyak orang asing.
Tak jarang pasangan ini dimaki pelanggan, Tetapi mereka selalu berkaca pada diri sendiri, membetulkan pelayanan. Perubahan drastis bahkan terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Sesudah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Dia senantiasa tampil simpel dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.
Bisnis pasar swalayan Bob berkembang kencang, tambah agribisnis, khusus holtikutura, kelola kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Sebab itu dia juga menjalin kerjasama dengan para petani di sebagian tempat.
Bob percaya tiap langkah berhasil senantiasa dimulai demi kegagalan. Perjalanan wirausaha bukan semulus yang disangka. Dia tak jarang berbincang-bincang jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting harapan, janji, berupaya mencari dan memenangkan peluang.
Ketika mengerjakan sesuatu pemikiran seseorang mengoptimalkan, agenda tak mesti senantiasa baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang yaitu pengembangan dari apa yang sudah dia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membikin agenda sehingga tak dapat melangkah. “Yang paling penting perbuatan” kata Bob.
Keberhasilan Bob tak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga dia lantas terjun ke lapangan. Sesudah jatuh bangun, Bob pandai dan merajai bidangnya. Pengerjaan berhasil Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya diawali dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi pandai dan profesional. Berdasarkan Bob, banyak orang yang mengawali dari ilmu pengetahuan, berdaya upaya dan berbuat serba canggih, pongah, sebab membutuhkan banyak ilmu yang meningkatkan orang lain.
Sementara Bob senantiasa ramah terhadap pelanggan, selalu mendengarkan anjuran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menghasilkan kepuasan diri sendiri. Sebab itu dia senantiasa sukses melayani pelanggan.
Bob menempatkan perusahaannya sebagai sebuah keluarga. Semua keluarga Kem Chicks kecil mesti saling menghargai, tak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan tenaga.
Kembali ke tanah air tahun 1967, sesudah bertambah-tahun di Eropa dengan profesi terakhir sebagai karyawan Jakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, si kecil dari lima bersaudara, cuma mempunyai satu ambisi, berprofesi mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19 tahun.
Modal yang dia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu dia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, wilayah Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sementara kendaraan beroda empat satunya lagi disewakan, Bob sendiri sopirnya.
Suatu ketika, kendaraan beroda empat itu disewakan. Namun sayang, bukan uang yang dikembalikan, melainkan info kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. “Sedangkan aku ikut serta hancur” kata Bob. Sumber pendapatannya tidak ada lagi, Bob segera berprofesi jadi kuli bangunan.
Namun, bila dia ingin, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, dapat menyelamatkan kondisi. Tetapi, Bob mesti, ”Sayalah kepala keluarga. Dia yang mesti mencari nafkah.”
Untuk menenangkan pikiran, Bob mendapatkan pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Dia sukses menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur cara hidroponik.
Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah “toko” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan permulaan 1985 memperlihatkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob memasarkan 40 hingga 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
“Saya hidup dari fantasi” kata Bob melihat keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini lalu memberi model satu hasil fantasinya, dapat memasarkan kangkung Rp 1.000 per kilogram. “Di mana bahkan tak ada orang jual kangkung dengan harga segitu” kata Bob.
Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tak ingin bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya kini tak ada habis-habisnya. Sebab itu dia tidak berharap berimajinasi ke jenis usaha lainnya. Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar musik klasik dan jazz. Saat yang paling menawan baginya sholat bersama istri dan dua anaknya.
Setelah dirawatbselama dua bulan, pengusaha nyentrik Bob Sadino mengembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta pada hari Senin, tanggal 19 januari 2015 sesudah berjuang dengan penyakitnya yang disebut dengan infeksi saluran pernapasan.
Bob Sadino dikabarkan tidak sadar dalam 2-3 pekan. Penyakitnya berhubungan dengan usianya yang sudah bertambah serta kondisinya kian menurun sesudah diumumkan pada Juli 2014.